MEDIUSNEWS - Kembali dilakukannya impor beras di awal 2023 menyiratkan adanya problematika terkait ketahanan pangan nasional. Untuk itulah Nagara Institute menggelar Forum Group Discussion (FGD) yang bertema: Pembenahan Kebijakan Pangan Menuju Indonesia Emas.
Anggota DPR RI Komisi IV Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema dalam FGD tersebut menandaskan, pengelolaan pangan nasional perlu dilandaskan pada paradigma dasar dalam ideologi negara yang dijabarkan melalui visi dan kebijakan yang jelas untuk kemudian diterapkan dalam kerangka aksi.
"Orientasi politik pangan kita adalah pada kedaulatan pangan dan kemandirian pangan, bukan sekadar ketahanan pangan yang bicara soal ketersediaan," tandas Ansy Lema dalam FGD yang digelar pada Kamis, 16 Maret 2023 lalu.
Baca Juga: Jalanan di Jakarta Lengan di Hari Pertama Puasa Ramadan 1444 H
Pemahaman ideologi politik pangan yang masih bias kemudian menyebabkan turunan pada level kebijakan dan praktek di lapangan menjadi carut-marut.
Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut, problem ini, antara lain terlihat dari kecenderungan importasi kebutuhan pangan sebagai solusi ketahanan pangan jangka pendek yang terus berlangsung dari tahun ke tahun.
"Dalam bernegara, soal ideologi politik pangan ini kita belum jelas. Maka kemudian ketika diturunkan menjadi kebijakan muncul problem," papar Ansy.
Salah satu kunci untuk mejadi landasan kebijakan pangan yang tepat, menurut Ansy, adalah data yang valid dan akurat serta sinkron lintas lembaga/instansi. Selain itu, metodologi pengumpulan data pun perlu berbasis sistematika yang benar.
Pasalnya, perbedaan data akan berimbas pada kebijakan pangan hingga bisa berujung pada tarik-menarik kepentingan antarlembaga.
Baca Juga: Siap-siap Hadapi Ancaman Krisis Pangan, Energi, Dan Keuangan, Moeldoko: Dunia Termasuk Indonesia
"Yang satu akan bicara tidak perlu impor, yang lain akan bilang perlu impor," sebut Ansy mencontohkan dampak ketidaksinkronan data.
Dia menambahkan, validasi data secara terus-menerus dengan menggunakan metodologi yang tepat juga akan meminimalkan ketimpangan antara gambaran di atas kertas dengan realitas di lapangan.
Berdasarkan pengalaman menemani pihak Perum Bulog meninjau lapangan, politisi asal NTT ini menemukan fakta yang berbeda dari laporan yang diterima.
"Ini pangkal persoalannya ada di mana? di atas kertas datanya optimistik, tapi ketika diverifikasi di lapangan, mohon maaf, yang terjadi seperti itu," ungkap Ansy Lema.
Artikel Terkait
Jutaan Hektar Kawasan Hutan di Riau dan Kalteng Dikelola Tanpa Izin, Ini kata Ansy Lema
Ansy Lema: Pengawasan Ketat Jadi Kunci Ketersediaan Produk Subsidi seperti Minyakita
Moeldoko: Beras Jadi Persoalan Politik, Pentingnya Ketersediaan Pupuk
Polres Subang Bongkar Bisnis Beras Oplosan di Pasar Inpres Pamanukan
Berburu Beras Murah, Ratusan Emak Emak di Cimahi Rela Antri Berdesakan
Pemerintah Naikkan HPP Gabah Jadi Rp5.000, Harga Beras Bulog Ditetapkan Rp9.950 per Kg