PALANGKA RAYA- Sebuah kasus hukum menarik telah muncul di Kalimantan Tengah yang melibatkan Bachtiar Rahman, seorang warga Jalan Riau Kota Palangka Raya. Ia diduga melakukan keterangan palsu dalam akta jual beli tanah. Kasus ini menimbulkan pertentangan hukum yang kompleks dan mengarah pada tuduhan kriminalisasi.
Bachtiar Rahman adalah pemilik tanah bersertifikat seluas sekitar 2 hektar di Pahandut Seberang Kota Palangka Raya. Ia telah menyewakan tanah tersebut kepada PT Sebilan Tiga Perdana (PT STP), sebuah perusahaan tambang batubara.
Kuasa Hukum Bachtiar, Parlin Bayu HUtabarat mengatakan, PT STP menggunakan tanah tersebut sebagai pelabuhan batubara melalui sistem sewa selama 11 tahun sejak 2019. Nilai sewa yang disepakati adalah sebesar Rp 166 juta per tahun dan telah dibayarkan untuk sewa selama dua tahun.
Namun, karena kebutuhan uang mendesak, Bachtiar mencoba menawarkan tanahnya kepada PT STP untuk dibeli, namun tawarannya ditolak. Akibatnya, Bachtiar menjual tanah tersebut kepada pihak lain.
Pada tanggal 4 April 2023, ia melakukan transaksi jual beli di hadapan notaris Pioni Novariani dengan pembeli bernama Tan Rika Hadisubroto. Setelah mengetahui hal ini, PT STP menyikapi dengan membuat laporan polisi.
Penyidik Subdit Jatanras Polda Kalteng kemudian menetapkan Bachtiar Rahman sebagai tersangka dengan tuduhan keterangan palsu berdasarkan pasal 266 KUHP tentang keterangan palsu di dalam akta otentik. Adapun klausul yang dituduh palsu dalam akta tersebut ialah kalimat yang menyatakan bahwa tanah adalah milik Bachtiar dan tidak sedang dalam jaminan hutang atau sitaan.
Kasus ini memiliki keunikan tersendiri menurut Parlin. Ia mengungkapkan bahwa belum ada teori hukum yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan Bachtiar sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Akta jual beli adalah permasalahan perdata yang bertujuan melindungi penjual dan pembeli. Jadi apa dasar PT STP dalam melaporkan perjanjian antara Bachtiar dan Tan Rika," kata Parlin.
Ari Yunus Hendrawan yang akarab disapa Ari Tubil pada kesempatan yang samamengungkapkan bahwa tanah yang telah berpindah kepemilikan tersebut masih digunakan oleh PT STP untuk mengapalkan batubara.
"Kerugian apa yang dialami PT STP? Sementara itu soal sewa-menyewa juga sedang kita gugat di Pengadilan Negeri Palangka Raya karena menurut kita telah terjadi wanprestasi," kata Ari.
Tim pengacara Bachtiar telah melaporkan kasus ini ke beberapa lembaga, termasuk Kompolnas, Indonesian Police Watch, Menkopolhukam, Komnas Ham, dan Karowasiddik Mabes Polri. Mereka menduga kuat bahwa kasus ini merupakan bentuk kriminalisasi.
Mereka juga meminta kepada Kapolda Kalteng untuk memberi atensi dan kapan perlu melakukan penyidikan ulang. Sementara itu baik Polda Kalteng dan PT STP belum diminta pernyataan terkait kasus ini.
Direktur Kriminal Umum Polda Kalteng, Kombes Pol Faisal F Napitupulu belum memjawab pesan singkat wartawan atas kasus ini.